Mengenai Saya

Foto saya
mendasari hal yg paling dasar dan mendalami hingga ke bagian terdalam...

Jumat, 19 April 2013

praktikum pembuatan media


Kepentingan Media
Dalam menumbuhkan dan mengembangbiakan mikroba diperlukan suatu substrat yang disebut media. Sedang media tersebut sebelum digunakan harus dalam keadaan steril. Artinya tidak terdapat mikroba lain yang tidak diharapkan. Susunan bahan, baik berbentuk bahan alami (seperti tauge, daging, telur,wortel dan sebagainya) ataupun bahan buatan (berbentuk senyawa kimia, organik ataupun an organik) yang diperlukan untuk pertumbuhan dan pengembangbiakan mikroba dinamakan media.
Agar mikroba dapat tumbuh dan berkembang dengan baik maka didalam media diperlukan persyaratan tertentu yaitu :
a.        Bahan didalam media harus terkandung semua unsu hara yang diperlukan untuk pertumbuhan dan pengembangbiakan mikroba.
b.       Media harus mempunyai tekanan osmosa, tegangan permukaan dan PH sesauai dengan kebutuhan mikroba.
c.        Media harus dalam keadaan steril, artinya sebelum ditanami mikroba yang dimaksud tidak ditumbuhi oleh mikroba lain yang tidak diharapkan.

Bentuk, Susunan, dan Sifat

1.       Bentuk
Bentuk, susunan, dan sifat media ditentukan oleh pemadat seperti agar-agar,gelatin dan sebagainya, maka bentuk media dikenal ada tiga jenis :
a.          Media Padat
Kalau kedalam media ditambahkan 12-15 gr tepung agar-agar per 1000 ml media. Jumlah tepung agar-agar yang ditambahkan  tergantung jenis atau kelompok mikroba yang ditanamkan . Ada yang memerlukan kadar air tinggi, sehingga jumlah tepung agar-agar harus lebih rendah, tetapi ada pula yang memerlukan kandungan air redah sehingga penambahan tepung agar-agar agak banyak. Media pada umumnya diperlukan ragi, bakteri, jamur  dan kadang-kadang diperlikan juga mikroalga.
b.          Media Cair
Kalau kedalam media tidak ditambahkan zat pemadat, biasanya media cair digunakan untuk mengembangbiakan mikroalga tetapi juga mikroba lainnya juga teutama bakteri dan ragi.
c.          Media Semi Padat Dan semi Cair
Kalau penambaha zat pemadat hanya 50% atau kurang dari seharusnya. Ini umumnya diperlukan uintuk mikroba yang memerlukan banyak kandungan air dan hidup anaerobik atau fakultatif.

2.       Susunan
Sesuai dengan fungsiolagis dari masing-masing unsur hara yang aterdapat pada media, maka susuna media pada semua jenis-jenis mempunyai kesamaan isi yaitu:
  1. Kandungan air
b.     Kandungan nitrogen
c.      Kandungan sumber energi/unsur C
d.     Kandungan vitamin

Berdasarkan pada persyaratan tersebut susunan media dapat berbentuk :
a.          Media Alami
Media yang disusun oleh bahan-bahan alami sperti kentang, tepung daging dan sebagainya. Contoh yang paling banyak adalah telur untuk pertumbuhan dan perkembabngan virus.
b.          Media Semi Sintetis
Media yang tersusun oleh campuran bahan-bahan sintetis dan bahan-bahan alami, misalnya :
1           Kaldu nutrisi
2           Tauge agar
3           Wortel agar
c.          Media Sintetik
Media yang disusun oleh senyawa kimia seperti media untuk pertumbuhan dan pengembangbiakkan bakteri Clostridium.
3.       Sifat
Penggunaan miroba bukan hanya pertumbuhan dan pengembangbiakkan mikroba, tetapi juga untuk tujuan lain, yaitu untuk isolasi, seleksi, evajuasi, dan diferensiasi biakkan yang didapatkan.
Berdasrkan pada sifat-sifatnya media dibedakan menjadi :
a.          Media Umum
Media ini digunakan untuk perkembangbiakkan dan pertumbuhan satu atau lebih mikroba secara umum. Seperti kaldu nutrisi untuk bakteri.
Contoh : agar nutrisi untuk bakteri, agar tauge atau agar kentang desktrose untuk jamur.
b.          Media Pengaya
Media ini dipergunakan dengan maksud meberi kesempatan kepada suatu jenis mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat dari jenis lainnya yang sama berada dalam satu bahan, misalnya : kaldu lelenit.
c.          Media Selektif
Media yang hanya ditumbuhi oleh satu atau lebih mikroba tertentu tetapi mematikan untuk jenis-jenis lainnya.
Contoh : Agar ENDO, agar SS, dan lain-lain.
d.         Media Dioferensiasi
Medium yang dapat ditumbuhi semacam organisme dengan memberi ciri tertentu. Mikro organisme tersebut mampu menguraikan salah satu bahan pembuat medium dimana mikro organisme lain yang sama-sama tumbuh disitu tidak mampu.
Contoh :agar darah, agar cesin, metilen biru dan lainnya.
e.          Media Penguji
Media untuk pengujian senyawa tertentu dengan bantuan mikroba.
f.           Media Perhitungan
Media untuk menghitung jumlah mikroba pada suatui bahan media ini dapat berbentuk media umum, selektif, diferensial, dan penguji.

Beberapa cara untuk mensterilkan medium.
1.          Mensterilkan cukup dengan cara mendidihkan medium tersebut, selama beberapa jam, maka semua benih kehidupan kan mati. Hal ini dilakukan oleh Spallanzani (1729-1788), untuk membuktikan tidak mungkin abioginesis.
2.          Tyndalisasi
Mendidihkan medium dengan uap dalam beberapa menit. Diamakan  1 hari, spora akan tumbuh menjadi bakteri vegetatif dan medium didihkan lagi beberapa menit. pada hari ketiga medium tersebut didihkan lagi, dengan jalan inilah diperoleh medium steril.
3.          Dengan Autoklaf
Yaitu alat serupa tangki minyak yang diisi uap. Medium yang akan disterikan ditempatkan dalam autoklaf selama 15-20 menit, tergantung banyaknya medium. Medium yang disterilkan sebaiknya diletakkan didalam botol agak kecil, setelah pintu autoklaf ditutup rapat, barulah pipa kran uap dibuka dan temperatur akan naik sampai 121oC. Setelah cukup waktu, kran uap ditutup, suhu mulai turun sedikit demi sedikit. Autoklaf dibuka secara belahah bila thermometer telah menunjukan angka nol, setelah dingin dikeluarkan dari autoklaf dan setelah stabil disimpan dalam dilemari es.
4.          Dengan Penyaringan (Filterisasi)
Medium disaring dengan saringan porselin, maka zat organik tidak mengalami penguraian sama sekali, sehabis penyaringan medium masih perlu dipanasi dialam autoklaf meskipun tidak selama 15 menit dan temperature 121oC. Penyaringan dengan saringan yang terbuat dari asbes karena mudah dibersihkan.

Jumat, 22 Maret 2013

TEMPE


Tempe dikenal oleh masyarakat Eropa melalui orang-orang Belanda. Pada tahun 1895, Prinsen Geerlings (ahli kimia dan mikrobiologi dari Belanda) melakukan usaha yang pertama kali untuk mengidentifikasi kapang tempe. Perusahaan-perusahaan tempe yang pertama di Eropa dimulai di Belanda oleh para imigran dari Indonesia. Melalui Belanda, tempe telah populer di Eropa sejak tahun 1946. Pada tahun 1984 sudah tercatat 18 perusahaan tempe di Eropa, 53 di Amerika, dan 8 di Jepang. Di beberapa negara lain, seperti Republik Rakyat Tiongkok, India, Taiwan, Sri Lanka, Kanada, Australia, Amerika Latin, dan Afrika, tempe sudah mulai dikenal di kalangan terbatas. Pada tahun 1940-an dilakukan usaha untuk memperkenalkan tempe ke Zimbabwe sebagai sumber protein yang murah. Namun demikian, usaha ini tidaklah berhasil karena masyarakat setempat tidak memiliki pengalaman mengkonsumsi makanan hasil fermentasi kapang.
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg.

Perhatian yang begitu besar terhadap tempe sebenarnya telah dimulai sejak zaman pendudukan Jepang di Indonesia. Pada saat itu, para tawanan perang yang diberi makan tempe terhindar dari disentri dan busung lapar. Menurut Onghokham, dengan adanya tempe dan kandungan gizi yang dimilikinya, serta harga yang sangat terjangkau, menyelamatkan masyarakat miskin dari malagizi (malnutrition).
Proses pembuatan tempe masih perlu ditingkatkan dengan berbagai penelitian , mengingat tempe memiliki kandungan gizi tinggi, terutama protein nabati dan memiliki beberapa khasiat antara lain menurunkan kolesterol darah.
         Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut.
         Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin) sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai.
         Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering.
Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai. Kedelai dapat diolah menjadi tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin pengupas, penggiling, dan cetakan.
Tabel 1. Komposisi kedelai per 100 gram bahan
Komponen
Kadar (%)
Protein
Lemak
Karbohidrat
Air
35-45
18-32
12-30
7

Tabel 2. Perbandingan antara kadar protein kedelai dengan beberapa bahan makanan lain
Bahan Makanan
Protein (% berat)
Kedelai
Susu skim kering
Kacang hijau
Daging
Ikan segar
Telur ayam
Jangung
Beras
Tepung singkong
35,00
36,00
22,00
19,00
17,00
13,00
9,20
6,80
1,10

         Tempe adalah campuran biji kedelai dengan massa kapang. Hifa kapang tumbuh dengan intensif dan membentuk jalinan yang mengikat biji kedelai yang satu dengan biji yang lain sehingga menjadi massa yang kompak dan kuat.
         Tempe adalah makanan tradisional hasil fermentasi oleh kapang Rhizopus oryzae sp. Pertumbuhan kapang menyebabkan terjadinya pemutusan beberapa ikatan peptida pada protein kedelai sehingga protein kedelai lebih mudah dicerna dan nilai gizinya meningkat. Tempe juga mengandung beberapa vitamin B, mineral, lemak dan karbohidrat.
         Pembuatan tempe secara tradisional biasanya menggunakan tepung tempe yang dikeringkan di bawah sinar matahari. Sekarang pembuatan tempe ada juga yang menggunakan ragi tempe.
         Tempe adalah makanan yang enak, sehat dan banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat di desa maupun dikota. Tempe mengandung zat gizi yang tingi. Kandungan protein (zat pembangun tubuh) dalam tempe sama dengan kandungan protein dalam daging sapi. Oleh karena itu banyak orang ingin membuat dan menikmati tempe dengan mutu yang baik dan rasa yang memenuhi selera. Untuk itu dibutuhkan inokulum tempe yang berkualitas baik, disamping proses pembuatannya yang benar dan baik pula. Selama proses fermentasi pembuatan tempe berlangsung, berkembanglah jamur-jamur dari inokulum tempe yang ditaburkan, dan menghasilkan enzim-enzim yang dapat memecah keledai menjadi bahan yang mudah dicerna dan mempunyai rasa serta aroma khas tempe.
         Untuk memproduksi tempe di gunakan bahan baku pokok yang sama, yaitu kedelai. Jenis kedelai terdiri atas 4 macam, yaitu:
1.      Kedelai kuning
2.      Kedelai hitam
3.      Kedelai coklat
4.      Kedelai hijau
         Para pengrajin tempe biasanya memakai kedelai kuning sebagai bahan baku utama. Pengrajin tempe biasanya menggunakan kedelai kuning, akan tetapi juga kedelai jenis lain, terutama kedelai hitam.
Berdasarkan bijinya, kedelai dibedakan menjadi:
1.Kedelai berbiji besar bila bobot 100 bijinya lebih dari 13 gram
2.Kedelai berbiji sedang bila bobot 100 bijinya antara 11 - 13 gram
3.Kedelai berbiji kecil bila bobot 100 bijinya antara 7 -11 gram
Biji kedelai yang dipakai oleh para pengrajin untuk membuat tempe harus di kupas lebih dahulu dan biji kedelai tahu digiling sesudah biji kedelai di rendam sekitar 7 jam lebih dahulu. Tingkat mutu kedelai dapat di pilah sesuai kelas mutu sebagai berikut :
Tabel 3. Syarat Pokok Mutu Kedelai
Kriteria % Bobot
Mutu I
Mutu II
Mutu III
1.      Kadar air maksimum
2.      Kotoran maksimum
3.      Butir rusak
4.      Butir keriput
5.      Butir belah
6.      Butir warna lain
13 %
1 %
2 %
0 %
1 %
0 %
14 %
2 %
3 %
5 %
3 %
5 %
16 %
5 %
5 %
8 %
5 %
10 %
Sumber : SK Menteri No 501/Kpts/TP.803/8/1994

FERMENTASI


PengertianFermentasi
Dalam keadaan normal, organisme melakukan pembongkaran zat dengan cara oksidasi biologi atau respirasi aerob, yaitu respirasi yang memerlukan oksigen bebas. Akan tetapi, pada saat kadar oksigen terlalu rendah, oksidasi biologi tidak dapat berlangsung. Misalnya, pada tumbuhan darat yang tanahnya tergenang air sehingga akar tidak dapat melakukan respirasi aerob karena kadar oksigen dalam rongga tanah sangat rendah.
Pada manusia, kekurangan oksigen sering terjadi pada atlet-atlet yang berlari jarah jauh dengan kencang. Atlet tersebut membutuhkan kadar oksigen yang lebih banyak daripada yang diambil dari pernafasan. Dengan kurangnya oksigen dalam tubuh, maka proses pembongkaran zat dilakukan dengan cara anaerob, yang disebut dengan fermentasi. Fermentasi tidak harus selalu dalam keadaan anaerob. Beberapa jenis mikroorganisme mampu melakukan fermentasi dalam keadaan aerob, misalnya pada fermentasi asam cuka.
Jika dibandingkan dengan respirasi, sebenarnya fermentasi ini sangat merugikan sel karena dua alasan:
1.       Sering dihasilkan senyawa yang merusak sel, misalnya alkohol.
2.       Dari jumlah mol zat yang sama akan dihasilkan jumlah energi yang lebih rendah/lebih sedikit.
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Fermentasi pada awalnya hanya menunjukkan pada suatu peristiwa alami pada pembuatan anggur yang menghasilkan buih (ferment berarti buih). Beberapa ahliu mendefinisiksn kata fermentasi dengan pengertian yang berbeda. Ferdiaz (1992) mendefinisikan fermentasi sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobic, yaitu tanpa memerlukan oksigen.
          Senyawa yang dapat dipecah dalam fermentasi terutama adalah karbohidrat, sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu. Satiawihardja (1992) mendefinisikan fermentasi dengan suatu proses dimana komponen-komponen kimiawi dihasilkan sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme mikroba.
          Pengertian itu mencakup fermentasi aerob dan anaerob. Namun secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.
          Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya.
            Pada kebanyakan tumbuhan den hewan respirasi yang berlangsung adalah respirasi aerob, namun demikian dapat saja terjadi respirasi aerob terhambat pada sesuatu hal, maka hewan dan tumbuhan tersebut melangsungkan proses fermentasi yaitu proses pembebasan energi tanpa adanya oksigen, nama lainnya adalah respirasi anaerobik.
          Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi yang mengasilkan asam laktat sebagai produk sampingannya. Akumulasi asam laktat inilah yang berperan dalam menyebabkan rasa kelelahan pada otot.
          Fermentasi mempunyai beberapa fungsi atau kegunaan antara lain, fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan yang berkualitas rendah serta berfungsi dalam pengawetan bahan, merupakan suatu cara untuk menghilangkan zat anti nutrisi atau racun yang terkandung dalam suatu bahan makanan, menyelamatkan makanan dari barbagai masalah makanan, penganekaragaman pangan, memperpanjang masa penyimpanan, meminimalkan kerugian,dan menambah gizi makanan
          Tujuan fermentasi secara khusus adalah mengendalikan pertumbuhan mikrobia, mempertahankan gizi yang dikehendaki, dan menciptakan kondisi kurang memadai untuk mikrobia kontaminan

Mikroorganisme merupakan mahkluk hidup yang sangat kecil tetapi sangat penting dalam kelangsungan daur hidup dari biota lain dalam biosfir. Mikroorganisme mampu melaksanakan semua kegiatan atau reaksi-reaksi biokimia yang sangat kompleks untuk melangsungkan pengembangan generative dengan kecepatan relative cepat.
Dunia mikroorganisme tidak dapat digolongkan kedalam dunia hewan atau tumbuhan tetapi masuk kedalam suatu golongan tersendiri yaitu protista. Mikroorganisme termasuk golongan protista adalah bakteri, fungi, protozoa, dan algae (judoamidjojo dkk, 1989)
Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi adalah Acetobacter xylinum pada pembuatan nata decoco, Acetobacter aceti pada pembuatan asam asetat. Contoh khamir dalam fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan alkohol sedang contoh kapang adalah Rhizopus sp pada pembuatan tempe, Monascus purpureus pada pembuatan angkak dan sebagainya.Fermentasi dapat dilakukan menggunakan kultur murni ataupun alami serta dengan kultur tunggal ataupun kultur campuran.
Fermentasi menggunakan kultur alami umumnya dilakukan pada proses fermentasi tradisional yang memanfaatkan mikroorganisme yang ada di lingkungan. Salah satu contoh produk pangan yang dihasilkan dengan fermentasi alami adalah gatot dan growol yang dibuat dari singkong. Tape merupakan produk fermentasi tradisional yang diinokulasi dengan kultur campuran dengan jumlah dan jenis yang tidak diketahui sehingga hasilnya sering tidak stabil. Ragi tape yang bagus harus dikembangkan dari kultur murni.Kultur murni adalah mikroorganisme yang akan digunakan dalam fermentasi dengan sifat-dan karaktersitik yang diketahui dengan pasti sehingga produk yang dihasilkan memiliki stabilitas kualitas yang jelas. Dalam proses fermentasi kultur murni dapat digunakan secara tunggal ataupun secara campuran. Contoh penggunaan kultur murni tunggal adalah Lactobacillus casei pada fermentasi susu sedang contoh campuran kultur murni adalah pada fermentasi kecap, yang menggunakan Aspergillus oryzae pada saat fermentasi kapang dan saat fermentasi garam digunakan bakteri Pediococcus sp dan khamir Saccharomyces rouxii.
Contoh bakteri yang menguntungkan: Steptococcus lactis (pada mentega dan keju), Steptococcus thermophilus (pada yoghurt), Lactobacillus bulgaricus (pada keju), Rhizopus (pada tempe), Sacharomyces sereviceae (pada kecap dan tempe), Sacharomyces lactis (pada fermentasi susu), dan Acetobacter xyllium (pada nata de cocco)
Contoh bakteri merugikan (mikrobia kontaminan biasanya menghasilkan toxin) : Pseudomonas cocovenans (pada tempe bongkrek), Aspergillus flavus (pada kacang tanah), Pinicillium citrinum (pada roti & biji-bijian), Phicia (pada wine), Torulops (pada susu), Candida (pada asinan), dan Clostridium botulinum (pada produk makanan kaleng).

1.             Penggolongan fermentasi
Penggolongan fermentasi dibagi menjadi dua macam yaitu menurut produk yang dihasilkan dari fermentasi dan berdasarkan media dari fermentasi itu sendiri.
1.1         Penggolongan fermentasi menurut produk yang dihasilkan
Dari hasil akhir fermentasi, dibedakan menjadi fermentasi asam laktat/asam susu dan fermentasi alcohol serta fermentasi asam cuka.
1.1.1   Fermentasi asam laktat/asam susu
Pada sel hewan tingkat tinggi dan manusia, jika bekerja terlalu berat dan kebutuhan oksigen untuk melakukan respirasi sel tidak cukup, maka senyawa asam piruvat dalam sel otot akan direduksi menjadi asam laktat (asam lelah). Asam laktat adalah suatu senyawa yang dapat menurunkan pH sampai pada suatu titik yang mengakibatkan gangguan serius pada fungsi sel. Salah satu gangguan yang ditimbulkannya adalah kelelahan, sehingga asam laktat sering disebut juga asam lelah.
Proses glikolisis menghasilkan asam piruvat. Jika cukup oksigen, glikolisis akan dilanjutkan dengan siklus Krebs. Bila kondisi anaerob (kurang oksigen) yang terjadi, asam piruvat akan diubah menjadi asam laktat. Akibatnya, rantai transpor elektron tidak terjadi karena tidak lagi menerima elektron dari NADH dan FADH2 yang dalam keadaan aerob dihasilkan oleh siklus Krebs. Karena tidak terjadi penyaluran elektron, maka NAD+ dan FAD yang mutlak diperlukan dalam siklus Krebs juga tidak terbentuk sehingga daur Krebs terhenti.
Reaksi ini merupakan suatu pemborosan, karena hanya 7% dari energi yang terdapat pada asam piruvat yang dibebaskan. Meskipun fermentasi asam laktat menghasilkan senyawa yang merugikan otot, tetapi poses ini menghasilkan ATP bagi sel yang tidak dapat melakukan respirasi secara aerob. Pada fermentasi asam laktat ini, dari satu molekul glukosa dihasilkan ATP sebanyak 2 molekul. Secara sederhana, fermentasi asam laktat berlangsung sebagai berikut.
          Persamaan Reaksi Fermentasi Asam Laktat
          Mungkin Anda heran mengapa didalam fermentasi asam laktat dapat dihasilkan energi. Sebab kalau dipikir, molekul asam piruvat tidak lebih teroksidasi daripada molekul glukosa. Jika rumus molekulnya diperhatikan, C3H4O3, maka seakan-akan apa yang terjadi pada glikolisis hanyalah pemecahan molekul glukosa, (C6H12O6), menjadi dua bagian (C3H6O3), yang kemudian kehilangan 2 elektronnya dalam bentuk 2 atom hidrogen. Hal ini memang benar.
          Tetapi, penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa apa yang terjadi bukan sekedar itu. Satu ujung dari molekul asam piruvat (–CH3) sekarang lebih tereduksi daripada yang terdapat pada glukosa, sedangkan pada ujung lainnya (–COOH) lebih teroksidasi. Reaksi reduksi dan oksidasi inilah yang kemudian membebaskan energi yang sedikit tersebut.
1.1.2   Fermentasi alcohol
Beberapa organisme seperti Saccharomyces dapat hidup, baik dalam kondisi lingkungan cukup oksigen maupun kurang oksigen. Organisme yang demikian disebut aerob fakultatif. Dalam keadaan cukup oksigen, Saccharomyces akan melakukan respirasi biasa. Akan tetapi, jika dalam keadaan lingkungan kurang oksigen Saccharomyces akan melakukan fermentasi.
Dalam keadaan anaerob, asam piruvat yang dihasilkan oleh proses glikolisis akan diubah menjadi asam asetat dan CO2. Selanjutnya, asam asetat diubah menjadi alkohol. Proses perubahan asam asetat menjadi alkohol tersebut diikuti pula dengan perubahan NADH menjadi NAD+. Dengan terbentuknya NAD+, peristiwa glikolisis dapat terjadi lagi. Dalam fermentasi alkohol ini, dari satu mol glukosa hanya dapat dihasilkan 2 molekul ATP. Fermentasi alkohol, secara sederhana, berlangsung sebagai berikut.
Persamaan Reaksi Fermentasi Alkohol
Sebagaimana halnya fermentasi asam laktat, reaksi ini merupakan suatu pemborosan. Sebagian besar dari energi yang terkandung di dalam glukosa masih terdapat di dalam etanol, karena itu etanol sering dipakai sebagai bahan bakar mesin. Reaksi ini, seperti fermentasi asam laktat, juga berbahaya. Ragi dapat meracuni dirinya sendiri jika konsentrasi etanol mencapai 13% (Hal ini menjelaskan kadar maksimum alkohol pada minuman hasil fermentasi seperti anggur).
6.1.3  Fermentasi asam cuka
Fermentasi asam cuka merupakan satu contoh fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob. Fermentasi ini biasa dilakukan oleh bakteri asam cuka (Acetobacter) dengan substrat etanol. Jika diberikan oksigen yang cukup, bakteri-bakteri ini dapat memproduksi cuka dari bermacam-macam bahan makanan yang beralkohol.
Bahan makanan yang biasa digunakan yaitu sari buah apel, anggur, biji-bijian fermentasi, malt, beras, atau bubur kentang. Dari proses fermentasi asam cuka, energi yang dihasilkan lima kali lebih besar daripada energi yang dihasilkan oleh fermentasi alkohol. Secara umum reaksi kimia yang terfasilitasi oleh bakteri ini adalah:

          C2H5OH + O2 —> CH3COOH + H2O

1.2         Penggolongan fermentasi menurut medianya
Penggolongan fermentasi menurut medianya secara umum dibagi menjadi 2 model utama, yaitu fermentasi media cair (Liquid State Fermentation, LSF) dan Fermentasi media padat (Solid State Fermentation, SSF).
1.2.1   Fermentasi media cair (Liquid State Fermentation, LSF)
Fermentasi media cair diartikan sebagai fermentasi yang melibatkan air sebagai fase kontinu dari system pertumbuhan sel bersangkutan atau substrat baik sumber karbon maupun mineral terlarut atau tersuspensi sebagai partikel-partikel dalam fase cair. Fermentasi media cair meliputi fermentasi minuman anggur dan alcohol, fermentasi asam cuka, yoghurt, dan kefir.
1.2.2   Fermentasi media padat (Solid State Fermentation, SSF)
Fermentasi media padat merupakan proses fermentasi yang berlangsung dalam substrat tidak terlarut, namun mengandung air yang cukup sekalipun tidak mengalir bebas. Fermentasi media padat meliputi fermentasi tape, oncom, kecap, dan silase.

Rabu, 20 Maret 2013

baffle


Berdasarkan design TEMA (tubular exchanger manufacturers association), baffle didesain dgn memotong sebagian drnya utk memberikan window agar fluida bisa melewatinya. Sederhananya, desain TEMA adalah segmental baffle, baik itu satu segment, dua segment, maupun tiga segment, spt gbr di bwh ini:
Gbr 1
Single segmental baffle (baffle satu segment) beroperasi dgn baik utk proses satu fasa dan memberikan cross flow heat transfer (across the tube) yg lbh besar drpd longitudinal heat transfer (through the windows). Akan tetapi, baffle jenis ini mungkin tidak akan efektif utk liquid yg sgt viscous di mana aliran tidak mengalami turbulensi dan adanya bypass yg membuat efisiensi heat transfer nya menurun. Keuntungan utama dr baffle jenis single segmental ini adalah heat transfer rate yg tinggi krn aliran cross flownya. Kerugian utamanya adalah pressure drop yg jg tinggi, terutama utk aliran berkecepatan tinggi.
Gbr 2
Double segmental baffle, spt bisa dilihat di gbr di atas, memberikan cross flow heat transfer yg lbh rendah (60% – 90%) utk spacing yg sama, total baffle cut yg sama, dan flow rate yg sama dibandingkan dgn single segmental baffle. Akan tetapi, pressure dropnya sekitar sepertiga sampai setengah dr pressure drop single segmental baffle. Pada umumnya, center dan wing baffle punya overlap dua sampai empat baris tube.
Triple segmental baffle menghasilkan cross flow dan longitudinal flow yg lbh rendah drpd single segmental baffle. Pressure dropnya sekitar seperempat sampai sepertiga dr single segmental baffle. Sementara heat transfer ratenya cuma setengahnya.
Utk konfigurasi No-Tubes-In-Window (NTIW) di gbr pertama, tidak adanya tubes di bagian window menurunkan pressure drop, sementara penambahan support plates meningkatkan cross flow. Secara relatif, penurunan pressure drop tergantung dr baffle cutnya, dan peningkatan heat transfernya tergantung dr jumlah support plate yg digunakan. Support plate digunakan utk meminimalkan vibrasi tube di daerah windownya. Krn tube gak bisa menempati daerah window, maka utk jumlah tube yg sama diperlukan shell yg lbh besar.
Untuk pemilihan baffle spacing sendiri, si penulis memberikan rekomendasi sbb:
  1. Menurut TEMA, spacing minimum antara segmental baffle haruslah yg lbh besar di antara dua hal, yaitu 1/5 dr diameter dalam shell atau 51 mm. Spacing yg terlalu kecil akan menghasilkan pressure drop yg besar dan penetrasi flow melalui tube bundle nya akan tidak baik.
Rasio optimum antara baffle spacing dgn diameter dlm shell yg menghasilkan pressure drop yg reasonable berkisar antara 0.3 – 0.6 kalinya.
  1. Untuk meningkatkan end-zone flow control dan distribusinya, baffle yg terdekat dgn inlet shell dan outlet shell hrs diletakkan sedekat mungkin dgn inlet dan outlet nozzle shell tsb.
Utk pemilihan baffle cut, si penulis merekomendasikan hal2 berikut:
  1. Jika baffle cutnya terlalu kecil, maka flow akan mengalir dgn sgt cepat melalui area windownya dan mengalir dgn tidak seragam sepanjang baffle compartmentnya. Lihat gbr 3a sblh kiri.
  2. Jika baffle cutnya terlalu besar, maka flow akan mengalir short cut di daerah ujung2 (edge) baffle2 tsb. Akibatnya tidak aka nada cross flow mixing di daerah baffle compartment. Lihat gbr 3a sblh kanan.
  3. Utk menghasilkan cross flow yg baik melalui tube bundlenya, baffle2 yg bersebelahan harus memiliki overlap setidaknya satu baris tube. Hal ini memerlukan baffle cut kurang dr setengah dr diameter dalam shell. Optimum baffle cut biasanya sekitar 25% dr diameter dalam shell. Lihat gbr 3b. Utk single segmental baffle dgn low-pressure gas flow, baffle cut 40% – 45% umum digunakan utk mengurangi pressure drop. Utk konfigurasi NTIW, baffle cut 15% yg biasanya digunakan.
Gbr 3a
Gbr 3b
Baffle orientation utk single segmental baffle, rekomendasinya adalah:
  1. Perpendicular baffle cut (lihat gbr. 4) lbh dipilih utk meningkatkan distribusi aliran di bagian inlet dan outlet di shell tipe E atau J.
  2. Parallel cut baffle lbh disukai, utk inlet atau outlet nozzle yg vertical, jika fluida di sisi shell mengalami kondensasi dan memerlukan drainase. Parallel baffle cut jg digunakan ketika fluida di sisi shell memiliki potensi fouling. Dan utk shell tipe F, G, atau H, parallel baffle cut jg digunakan utk memberikan distribusi aliran yg baik
Gbr 4
Remarks utk double segmental baffle adalah sbb:
  1. Agar distribusi flow jd efektif di daerah inlet, center baffle dgn parallel cut orientation umumnya digunakan sebagai baffle yg pertama. Baffle ini jg berfungsi utk menurunkan akumulasi deposit utk fluida yg cenderung fouling di shell side. Baffle yg pertama ini lbh baik diletakkan di depan nozzle di mana laju alir yg tinggi dpt menyebabkan vibrasi. Baffle ini seringnya berbentuk spt T yg berfungsi jg sbg tube support di mana bundle entrance velocities nya memiliki energy kinetic yg tinggi. (Gbr5 atas)
  2. Jika perpendicular baffle cut digunakan utk single inlet dan outlet nozzle, daerah yg thermally tidak efektif akan terbentuk di daerah2 inlet dan outlet zone ini (end-zone) (Gbr 5 tengah).
  3. Distribusi aliran yg lbh baik di daerah end-zone ini dpt dicapai dgn memberikan masing2 dua nozzle di inlet dan outletnya. Dan wing baffle diletakkan di end-zone outlet nozzle agar diperoleh aliran yg lbh simetris antara inlet dan outletnya (Gbr 5 bawah).
Gbr 5
Ada bbrp tipe baffle yg bukan standard TEMA spt helical baffle (Gbr6), disc and donut baffle (Gbr7), dan grid baffle (Gbr 8).
Helical baffle menghasilkan swirling flow utk menghindari aliran bypass dan stagnant flow area yg umum terjadi di segmental baffle. Baffle jenis ini efektif utk fluida dgn viskositas yg rendah ke tinggi. Umumnya digunakan di oil refinery dan refrigeration. Keuntungan lainnya adalah:
  • Fouling di shellside lbh rendah drpd segmental baffle.
  • Kecenderungan utk tube vibration jg rendah krn tube2nya disupport oleh baffle2 yg spt helix itu.
Gbr 6
Disc and donut baffle menghasilkan flow yg simetris secara radial di arah crossflow dan longitudinal nya. Baffle tipe ini sgt efektif utk sisi shell yg berisi vapor dan biasanya digunakan utk aplikasi gas-gas
Gbr 7
Grid baffle menghasilkan aliran yg lbh longitudinal. Aliran di sisi shellnya lbh seragam yg cukup penting utk vaporization di sisi shell krn dgn demikian tidak akan ada isu vapor pockets. Tipe grid baffle yg plg umum adalah rod dan strip baffle (Gbr8).
Gbr 8
Secara keseluruhan si penulis menyatakan bahwa baffle berperan sgt penting utk shell and tube heat exchanger krn tidak hanya mengatur aliran fluida di shell ttp jg memberikan tube support. Meskipun baffle dr TEMA mudah dibuat, biasanya baffle2 tsb menghasilkan pressure drop yg lbh tinggi drpd baffle2 non TEMA. Table di bawah menyimpulkan kelebihan dan kekurangan jenis2 baffle yg diutarakan di atas (diadaptasi dr paper tsb):